ANALISIS
DATA
1.
Planaria sp
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum :
Platyhelminthes
Kelas : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Familia : Tricladidae
Genus : Dugesia
Spesies : Planariasp
(Sumber: Hegner&Engemen. 1968)
Planaria sp menunjukkan
berbagai perilaku sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang yang meliputi
cahaya, sentuhan, aroma, dan rasa. Selain itu daya regenerasi Planaria sp sangat unik, dimana planaria
mampu memperbaiki bagian tubuh yang tidak sempurna menjadi bagian yang utuh
seperti semula dalam waktu yang relatif singkat (regenerasi yang tinggi).
Planaria sp
merupakan hewan yang hidup bebas dengan habitat yang berbeda-beda, beragam dari
perairan yang yang berarus lambat dan tertutupi oleh bebatuan. Planaria
merupakan pemakan makanan yang beraneka ragam (versatile feeder), ia juga mampu
mencari-cari dan memakan bangkai hewan lain yang telah mati.
Planaria
memiliki tubuh pipih (dorsoventral), bilateral simetri dan tidak bersegmen. Tubuh bagian dorsal
memiliki auricle (aurikula/berbentuk telinga) dan eyespot (bintik mata),
sedangkan tubuh bagian ventral terdapat mulut, pharynk, dan lubang kelamin.
Tubuh memiliki peredaran darah, anus, dan coelom. Sedangkan system sarafnya
masih sangat sederhana.
Mata
planaria disebut dengan eye spot merupakan bintik mata yang
sensitif terhadap cahaya matahari sehingga planaria lebih banyak
menghasbiskan banyak waktu di bawah bebatuan atau daun-daun. Pada kepala
terdapat bagian yang mirip dengan bentuk telinga (auricle) dipenuhi oleh
banyak reseptor kimia. Menggerakan kepala yang kesatu sisi ke sisi lain
sehingga menyebabkan planaria mengetahui atau merasakan adanya sinyal kimia
(bau) yang berdifusi dari sumber makanan.
Planaria
memiliki kemampuan untuk bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara
seksual adalah musiman, dan merekan merupakan hermafrodit, yakni memiliki
keduanya, organ kelamin jantan dan betina. Telur dari seekor planaria hanya
bisa difertilisasi oleh sperma dari yang lainnya. Setelah fertilisasi, di
habitat alaminya, telur-telur dan yolk dibungkus oleh lapisan lengket yang bisa
melekat dibawah batu-batu. Setelah musim kawin, organ kelamin didegenerasi dan
kemudian meregenerasi kembali saat musim kawin tiba kembali. Untuk bereproduksi
secara seksual, planaria menjalani proses yang dinamakan pembelahan
melintang (transverse fission). Tubuh planaria terbagi
menjadi dua fragment di bawah farink dan setiap porsi meregenerasi bagian tubuh
yang hilang oleh jalan sel bakal (stem cell) yang dinamakan neoblast.
2. Fasciola hepatica
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis :
Trematoda
Ordo :
Echinostomida
Genus :
Fasciola
Spesies : Fasciola hepatica
(Sumber: Hegner&Engemen. 1968)
Fasciola hepatica merupakan Platyhelminthes dalam kelas Trematoda.
Trematoda disebut juga cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap di
bagian depan (anterior) tubuhnya. Alat penghisap digunak n untuk menempel pada tubuh
inang. Hewan-hewan yang tergolong Trematoda merupakan hewan yang hidup secara ektoparasit
dan endoparasit. Oleh karena itu Trematoda merupakan
hewan parasit, dia mengambil makanan
berupa cairan tubuh atau jaringan
inangnya
saat ia menempel. Tubuhnya berbentuk
seperti daun. Dinding tubuh tidak tersusun oleh epidermis dan silia. Tubuhnya tidak
bersegmen dan tertutup oleh kutikula. Saluran pencernaannya terdiri atas mulut,
faring, dan intestin (bagian saluran pencernaan dari pylorus sampai anus) tanpa
adanya anus. Mulut terletak di bagian anterior
dikelilingi sucker, bintik mata terdapat pada beberapa tingkat larva.Intestinnya bercabang-cabang.
Organ ekskresi berupa proton efridia. Pada Trematoda susunan
system ekskresinya tidak jauh berbeda dengan kelas Turbellaria. Dalam arti sama-sama
ditemukan komponen selapi (Flame cell)
yang terbentuk dari proton efridia. Sel-sel api ini memiliki saluran-saluran
yang menuju kesaluran pengumpul yang terdapat pada bagian ventral dan dorsal
tubuh. Saluran pengumpul dorsal ada dua, dan saluran pengumpul ventral juga ada
dua. Keempat saluran pengumpul itu bermuara pada saluran pengeluaran yang
memanjang sepanjang tubuhnya, dan berakhir pada lubang pengeluaran yang
terletak pada bagian posterior tubuhnya. Sel-sel api mengumpulkan bahan buangan
dari sel-sel yang ada di sekitarnya untuk disalurkan keseluruh pembuangan.
Sistem
saraf tidak berbeda dengan Turbellaria. Sistem saraf terdiri atas sepasang ganglion anterior yang dihubungkan
dengan tali saraf longitudinal,
dan tali saraf transversal (sistem saraf tangga tali).
Hewan spesies ini sebagian besar hermafrodit.
Reproduksinya secara seksual atau generatif, yaitu persatuan antara gamet
jantan dan gamet betina. Alat reproduksi
jantan: testis, vas deferen, seminal vesicle, penis, lubang kelamin. Larva: miracidium,
sporocyst, redia, cercaria,
metacercaria (bentuk infektif) Alat reproduksi betina: ovarium, oviduct,
seminal receptacle/uterus, vagina, lubang kelamin.
Fasciola hepatiaca
bersifat parasit karena membutuhkan inang untuk keberlangsungan
hidupnya, oleh karenanya pada cacing dewasa hidup pada hewan vertebrata sebagai
inang definitive yaitu pada ternak mamalia. Larvanya ada yang hidup bebas dan ada
yang hidup di dalam tubuh inang perantara berupah ewan-hewan avertebrata.
Fasciola
hepatica memiliki daur hidup yang kompleks karena melibatkan setidaknya dua
inang. Inang utama dan inang perantara. Berikut daur hidup dari Fasciola hepatica:
1.
Reproduksi seksual Fasciola hepatica menghasilkan
telur pada hati dan kemudian berpindah kealiran darah keempedu dan usus,
kemudian keluar bersama tinja.
2.
Telur menetas dan tumbuh menjadi mirasidium bersilia di tempat basah.
3.
Mirasidium menginfeksi inang perantara yaitu Lymnaea
atau siput air.
4.
Mirasidium berubah menjadi sporokis di dalam tubuh inang perantara (siput air).
5.
Sporokis berkembang secara aseksual menjadi redia.
6.
Redia bermeta morfosis menjadi serkaria. Serkaria ini keluar dari tubuh siput dan menempel
paa turmbuhan atau rumput air.
7.
Serkaria membentuk cacing muda atau metaserkaria.
8.
Metaserkaria termakan oleh hewan dan kemudian menjadi cacing
dewasa di dalam organ hati.